Pelanggaran Penyadapan Australia
(Jakarta, 18 November 2013).
Menanggapi sejumlah pemberitaan hari ini terkait dengan beberapa kali
tindakan penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap sejumlah
pejabat pemerintah Indonesia, bersama ini disampaikan sikap dan
pandangan Kementerian Kominfo sebagai berikut:
1. Kementerian Kominfo
searah dengan penyataan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam
jumpa persnya pada tanggal 18 November 2013 sangat menyesalkan tindakan
penyadapan yang dilakukan oleh Australia.
2. Untuk langkah
selanjutnya, Kementerian Kominfo akan menunggu langkah-langkah
berikutnya dari Kementerian Luar Negeri mengingat penanganan masalah
tersebut “leading sector”-nya adalah Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia.
3. Sikap sangat keprihatinan dan sangat kecewa yang
ditunjukkan oleh Kementerian Kominfo ini selain berdasarkan aspek
hubungan diplomatik, juga karena mengacu pada aspek hukum, karena
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu UU No. 36 Tahun
1999 tentang Telekomunikasi dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik.
4. Pasal 40 UU Telekomunikasi menyebutkan,
bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi
yang disalurkan melaiui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun.
Demikian pula Pasal 31 ayat UU ITE menyebutkan ayat (1) bahwa setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan / atau dokumen
elektronik dalam suatu komputer dan / atau elektronik tertentu milik
orang lain; dan ayat (2) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi informasi
elektronik dan / atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik
dari, ke, dan di dalam suatu komputer dan / atau dokumen elektronik
tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun
maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan dan / atau
penghentian informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang
sedang ditransmisikan.
5. Memang benar, bahwa dalam batas-batas dan
tujuan tertentu, penyadapan dapat dimungkinkan untuk tujuan-tujuan
tertentu tetapi itupun berat pesyaratannya dan harus izin pimpinan
aparat penegak hukum, sebagaimana disebutkan pada Pasal 42 UU
Telekomunikasi menyebutkan (ayat 1), bahwa penyelenggara jasa
telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau
diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya; dan
ayat (2) bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara
jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau
diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan
informasi yang diperlukan atas: a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan
atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;
b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku. Demikian pula kemungkinan penyadapan yang
dibolehkan dengan syarat yang berat pula yang diatur dalam Pasal 31 ayat
(3) UU ITE yang menyebutkan, bahwa kecuali intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam
rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejasaan, dan / atau
institusi penegak hukum lainnya yang dilakukan berdasarkan
undang-undang.
6. Ancaman pidana terhadap kegiatan penyadapan
adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Telekomunikasi yaitu penjara
maksimal 15 tahun penjara dan Pasal 47 UU ITE yaitu penjara maksimal 10
tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 800.000.000,-
7.
Memang benar, bahwa misi diplomatik asing dimungkinkan untuk memperoleh
kekebalan diplomatik sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 1999
tentang Hubungan Luar Negeri, seperti disebutkan pada Pasal 16, yang
menyebutkan, bahwa pemberian kekebalan, hak istimewa, dan pembebasan
dari kewajiban tertentu kepada perwakilan diplomatik dan konsuler, misi
khusus, perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa, perwakilan badan-badan
khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan organisasi internasional lainnya,
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta
hukum dan kebiasaan internasional. Namun demikian, masih di UU tersebut,
pada Pasal 17 disebutkan ayat (1) bahwa berdasarkan pertimbangan
tertentu, Pemerintah Republik Indonesia dapat memberikan ?pembebasan
dari kewajiban tertentu kepada pihak-pihak yang tidak ditentukan dalam
Pasal ?16 dan ayat (2) pemberian pembebasan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilaksanakan berdasar pada ?peraturan perundang-undangan
nasional. Penjelasan Pasal 17 tersebut di antaranya disebutkan, bahwa
pembebasan dari kewajiban tertentu kepada pihak-pihak yang tidak
disebutkan dalam Pasal 16 hanya dapat diberikan oleh pemerintah atas
dasar kasus demi kasus, demi kepentingan nasional, dan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan nasional. Dengan
demikian, pemberian imunitas tersebut tidak boleh bertentangan dengan UU
yang ada. Sehingga dalam hal ini, jika dugaan pelanggaran penyadapan
oleh Australia melalui misi diplomatiknya telah dibuktikan, maka
imunitas tersebut dapat dianggap bertentangan dengan UU yang berlaku,
dalam hal ini UU Telekomunikasi dan UU ITE.
8. Kementerian Kominfo
sejauh ini berpandangan, bahwa kegiatan penyadapan tersebut belum
terbukti dilakukan atas kerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi di
Indonesia. Namun jika kemudian terbukti, maka penyeleggara
telekomunikasi yang bersangkutan dapat dikenai pidana yang diatur daam
UU Tekomunikasi dan UU ITE.
9. Bahwasanya kegiatan penyadapan oleh
Australia tersebut sangat mengusik kedaulatan dan nasionalisme Indonesia
adalah benar. Namun demikian Kementerian Kominfo melalui siaran pers
ini menghimbau agar kepada para hacker untuk tidak melakukan serangan
balik kepada pihak Australia. Hal itu selain dapat berpotensi
memperburuk situasi, tetapi juga justru berpotensi melanggar UU ITE.
10.
Juga perlu diingatkan kepada publik, bahwa apapun perakitan,
perdagangan dan atau penggunaan perangkat sadap yang diperdagangkan
secara bebas adalah suatu bentuk pelanggaran hokum, karena bertentangan
dengan UU Telekomunikasi. Kementerian Kominfo tidak pernah memberikan
sertifikasi perangkat sadap terkecuali yang digunakan oleh lembaga
penegak hukum yang disebutkan pada Pasal 40 UU Telekomunikasi dan Pasal
31 UU ITE. Demikian pula anti sadap pun juga illegal, karena Kementerian
Kominfo tidak pernah mengeluarkan sertidikat untuk perangkat (baik hard
ware maupun software) anti sadap.
Sumber :
http://barcelonista17.blogspot.com/2014/09/contoh-kasus-pelanggaran-net-etik-uu-ite.html
A. Kelompok Pertama.
Adalah mereka yang bergelut di
dunia perangkat lunak (software), baik mereka yang merancang system
operasi,database maupun system aplikasi.
Pada
lingkungan kelompok ini, terdapat pekerjaan-pekerjaan seperti :
- Sistem analis, merupakan orang yang abertugas menganalisa system yang akan diimplementasikan, mulai dari menganalisa system yang ada, kelebihan dan kekurangannya, sampai studi kelayakan dan desain system yang akan dikembangkan.
- Programer, merupakan orang yang bertugas mengimplementasikan rancangan system analis, yaitu membuat program ( baik aplikasi maupun system operasi ) sesuai system yang dianalisa sebelumnya.
- Web designer, merupakan orang yang melakukan kegiatan perencanaan, termasuk studi kelayakan, analisis dan desain terhadap suatu proyek pembuatan aplikasi berbasis web.
- Web programmer, merupakan orang yang bertugas mengimplementasikan rancangan web designer, yaitu membuat program berbasis web sesuai desain yang telah dirancang sebelumnya.
Adalah mereka yang bergelut di bidang perangkat keras
(hardware). Pada
lingkungan kelompok ini, terdapat pekerjaan-pekerjaan seperti :
- Technical engineer, sering juga disebut teknisi, yaitu orang yang berkecimpung dalam bidang teknik, baik mengenai pemeliharaan maupun perbaikan perangkat system computer.
- Networking engineer, adalah orang yang berkecimpung dalam bidang
teknis jaringan computer dari maintenance sampai pada troubleshooting-nya.
Adalah mereka yang berkecimpung dalam operasional
system informasi. Pada
lingkungan kelompok ini, terdapat pekerjaan-pekerjaan seperti :
- EDP Operator, adalah orang yang bertugas mengoperasikan program-program yang berhubungan dengan electronic data processing dalam lingkungan sebuah perusahaan atau organisasi lainnya.
- System Administrator, merupakan orang yang bertugas melakukan administrasi terhadap system, memiliki kewenangan menggunakan hak akses terhadap system, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pengaturan operasional sebuah system.
http://torro17.blogspot.com/2012/11/jenis-jenis-profesi-di-bidang-it.html
Dunia Teknologi Informasi (TI)
merupakan suatu industri yang berkembang dengan begitu pesatnya pada
tahun-tahun terakhir ini. Ini akan terus berlangsung untuk tahun-tahun
mendatang. Perkembangan bisnis dalam bidang TI ini membutuhkan formalisasi yang
lebih baik dan tepat mengenai Aspek Bisnis di bidang Teknologi
Informasi. Pada Aspek Bisnis di bidang Teknologi Informasi terdapat
beberapa komponen salah satunya yaitu Prosedur Pendirian Usaha.
Teknologi informasi diyakini
memberikan manfaat bagi pemakaian dalam hal ini perusahaan dan meluas ke segala
aspek aktivitas termasuka ktivitas yang berhubungan dengan manajerial seperti
proses perencanaan, pengendalian informasi dan bahkan memasukkan teknologi ke
dalam isu-isu yang berhubungan dengan manajemen. Manfaat teknologi informasi
ini dapat berupa manfaat kualitatif maupun manfaat kuantitatif. Manfaat
kuantitatif terdiri dari pengurangan biaya operasi dan perbaikan produk dan
jasa yang ditawarkan. Sedangkan manfaat kualitatif berupa: analisis data lebih
cepat, penyajian laporan manajemen lebih baik, beberapa pekerjaan dapat
dilakukan individu yang sama, penghematan waktu, akses data tepat waktu, data
yang disajikan lebih akurat, dan perbaikan dalam pengambilan keputusan.
Prosedur Pendirian Badan Usaha IT
Dari beberapa referensi dijelaskan
lingkungan usaha dapat dikelompokkan menjadi 2 faktor yaitu faktor lingkungan
ekonomi dan faktor lingkungan non ekonomi.
Faktor
lingkungan ekonomi meliputi segala kejadian atau permasalahan penting di bidang
perekonomian nasional yang dapat mempengaruhi kinerja dan kelangsungan hidup
dari suatu perusahaan. Sedangkan faktor lingkungan non ekonomi merupakan
pristiwa atau isu yang menonjol dibidang politik,keamanan,sosial dan budaya
yang mempengaruhi kelangsungan hidup pelaku usaha.
Dalam
prakteknya faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi yang tidak dapat dikendalikan
oleh pimpinan perusahaan sangat luas dan banyak ragamnya. Sehingga hal ini
kadang-kadang membingungkan kita untuk dapat mengamatinya dengan baik . Pada
bahasan ini kami pengelompokan berbagai ragam lingkungan eksternal ini menjadi
5(lima) dimensi lingkungan eksternal perusahaan.
Klasifikasi Dimensi Lingkungan
Eksternal Kegiatan Usaha:
1. Perekonomian Global dan Kerjasama
Internasional (Ekonomi).
2. Pembangunan dan Perekonomian
Nasional (Ekonomi).
3. Politik, Hukum dan
Perundang-Undangan (Non-Ekonomi).
4. Teknologi (Non-Ekonomi).
5. Demografi, Sosial dan Budaya
(Non-Ekonomi).
Selanjutnya untuk
membangun sebuah badan usaha, terdapat beberapa prosedur peraturan perizinan,
yaitu :
1. Tahapan pengurusan
izin pendirian
2. Tahapan pengesahan
menjadi badan hukum
3. Tahapan
penggolongan menurut bidang yang dijalani
4. Tahapan
mendapatkan pengakuan, pengesahan dan izin dari departemen lain yang
terkait
http://vianpire.blogspot.com/2013/10/aspek-bisnis-dalam-bidang-teknologi.html
http://estiimnida.blogspot.com/2013/05/aspek-bisnis-di-bidang-teknologi.html
http://sripurwanti.blogspot.com/2014/04/aspek-bisnis-di-bidang-teknologi_24.html
1 komentar
Perbandingan antara Cyber Law di Indonesia, dengan Computer Crime act di Malaysia, dan Council of Europe Convention on Cyber Crime di Eropa
Cyber Law di Indonesia
1. Pengertian
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan didunia maya (cyber space) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan orang perongan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber atau duni maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu sebuah perangkat aturan main didalamnya.
2.Tujuan
Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.
3. Sejarah dan Perkembangan Cyber Law
Computer Crime Act di Malaysia
Hal ini dilakukan dengan penuh kesadaran sehubungan dengan semakin meningkatnya intensitas digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi yang berkelanjutan dari teknologi informasi, yang menurut pengalaman dapat juga digunakan untuk melakukan tindak pidana. Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut :
Pertama, bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.
Kedua, Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.
Ketiga, saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi ini telah disepakati oleh Masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk dijadikan norma dan instrumen Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.
Sumber :
http://cyberlawbsi-cyberlaw.blogspot.com/2012/05/pengertian-cyber-law.html
http://azhafizfebrian.blogspot.com/2014/04/pengertian-cyberlaw-dan-perbedaan.html
http://ryunana.blogspot.com/2014/04/perbandingan-cyberlaw-computer-crime.html
http://okkiprasetio.blogspot.com/2012/04/cyberlaw-computer-crime-act-council-of.html
https://obyramadhani.wordpress.com/2010/04/14/council-of-europe-convention-on-cyber-crime-eropa/
1. Pengertian
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan didunia maya (cyber space) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan orang perongan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber atau duni maya. Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana kita perlu sebuah perangkat aturan main didalamnya.
2.Tujuan
Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.
3. Sejarah dan Perkembangan Cyber Law
Munculnya cyberlaw di Indonesia dimulai sebelum tahun 1999.
Fokus utama pada saat itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit
mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada
sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya.
Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan
transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan
konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal
ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce),
electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik
lainnya.
Cyberlaw digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan
hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi
maupun pemanfaatan informasinya. Pada cyberlaw ini juga diatur berbagai macam
hukuman bagi kejahatan melalui internet.
Cyberlaw atau Undang-undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) sendiri baru ada di Indonesia dan telah disahkan oleh DPR
pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 bab dan 54 pasal yang
mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi
yang terjadi di dalamnya. Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada
Bab VII (pasal 27-37), yaitu :
- Pasal 27: Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
- Pasal 28: Berita bohong dan Menyesatkan, Berita kebencian dan permusuhan.
- Pasal 29: Ancaman Kekekrasan dan Menakut-nakuti.
- Pasal 30: Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
- Pasal 31: Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.
Computer Crime Act di Malaysia
Pada tahun 1997, Malaysia telah mengesahkan dan mengimplementasikan
beberapa perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw
seperti UU Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan
Multimedia, juga perlindungan hak cipta dalam internet melalui
amandemen UU Hak Ciptanya. The Computer Crime Act itu sendiri mencakup
kejahatan yang dilakukan melalui komputer, karena cybercrime yang
dimaksud di negara Malaysia tidak hanya mencakup segala aspek
kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan internet. Akses secara tak
terotorisasi pada material komputer juga termasuk cybercrime. Jadi,
apabila kita menggunakan komputer orang lain tanpa izin dari pemiliknya,
maka tindakan tersebut termasuk dalam cybercrime walaupun tidak
terhubung dengan internet.
Hukuman atas pelanggaran The Computer Crime Act :
Denda sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000) atau hukuman kurungan/penjara dengan lama waktu tidak melebihi lima tahun sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut (Malaysia). The Computer Crime Act mencakup, sbb :
Denda sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000) atau hukuman kurungan/penjara dengan lama waktu tidak melebihi lima tahun sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut (Malaysia). The Computer Crime Act mencakup, sbb :
- Mengakses material komputer tanpa ijin
- Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
- Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
- Mengubah / menghapus program atau data orang lain
- Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi
Di Malaysia masalah perlindungan konsumen,cybercrime,muatan
online,digital copyright, penggunaan nama domain, kontrak elektronik
sudah ditetapkan oleh pemerintahan Malaysia. Sedangkan untuk masalah
privasi, spam dan online dispute resolution masih dalam tahap rancangan.Council of Europe Convention on Cyber Crime (Eropa)
Council of Europe Convention on Cyber crime telah diselenggarakan pada tanggal 23 November 2001 di kota Budapest, Hongaria. Konvensi ini telah menyepakati bahwa Convention on Cybercrime dimasukkan dalam European Treaty Series dengan Nomor 185. Konvensi ini akan berlaku secara efektif setelah diratifikasi oleh minimal 5 (lima) negara, termasuk paling tidak ratifikasi yang dilakukan oleh 3 (tiga) negara anggota Council of Europe. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas, bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui undang-undang maupun kerjasama internasional.Hal ini dilakukan dengan penuh kesadaran sehubungan dengan semakin meningkatnya intensitas digitalisasi, konvergensi, dan globalisasi yang berkelanjutan dari teknologi informasi, yang menurut pengalaman dapat juga digunakan untuk melakukan tindak pidana. Konvensi ini dibentuk dengan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut :
Pertama, bahwa masyarakat internasional menyadari perlunya kerjasama antar Negara dan Industri dalam memerangi kejahatan cyber dan adanya kebutuhan untuk melindungi kepentingan yang sah dalam penggunaan dan pengembangan teknologi informasi.
Kedua, Konvensi saat ini diperlukan untuk meredam penyalahgunaan sistem, jaringan dan data komputer untuk melakukan perbuatan kriminal. Hal lain yang diperlukan adalah adanya kepastian dalam proses penyelidikan dan penuntutan pada tingkat internasional dan domestik melalui suatu mekanisme kerjasama internasional yang dapat dipercaya dan cepat.
Ketiga, saat ini sudah semakin nyata adanya kebutuhan untuk memastikan suatu kesesuaian antara pelaksanaan penegakan hukum dan hak azasi manusia sejalan dengan Konvensi Dewan Eropa untuk Perlindungan Hak Azasi Manusia dan Kovenan Perserikatan Bangsa-Bangsa 1966 tentang Hak Politik Dan sipil yang memberikan perlindungan kebebasan berpendapat seperti hak berekspresi, yang mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi/pendapat.
Konvensi ini telah disepakati oleh Masyarakat Uni Eropa sebagai konvensi yang terbuka untuk diakses oleh negara manapun di dunia. Hal ini dimaksudkan untuk dijadikan norma dan instrumen Hukum Internasional dalam mengatasi kejahatan cyber, tanpa mengurangi kesempatan setiap individu untuk tetap dapat mengembangkan kreativitasnya dalam pengembangan teknologi informasi.
Sumber :
http://cyberlawbsi-cyberlaw.blogspot.com/2012/05/pengertian-cyber-law.html
http://azhafizfebrian.blogspot.com/2014/04/pengertian-cyberlaw-dan-perbedaan.html
http://ryunana.blogspot.com/2014/04/perbandingan-cyberlaw-computer-crime.html
http://okkiprasetio.blogspot.com/2012/04/cyberlaw-computer-crime-act-council-of.html
https://obyramadhani.wordpress.com/2010/04/14/council-of-europe-convention-on-cyber-crime-eropa/
Langganan:
Postingan (Atom)